Saturday, June 10, 2006

THE US-INDONESIAN EDUCATORS EXCHANGE PROGRAM : COPYRIGHT


Beberapa teman di milis yang saya ikuti sempat kirim SMS dan Email pada saya. Mereka ingin saya berbagi cerita tentang program yang sedang saya ikuti saat ini. Dengan jadwal yang begitu padat, mulai hari ini saya akan mencoba menulis hal-hal yang mungkin menarik untuk kita diskusikan.

Namun sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih terlebih dahulu pada kawan-kawan saya di SMKN 1 Balikpapan khususnya, terutama kepada Bapak Kepala Sekolah dan Rekan-rekan ICT Center Kota Balikpapan yang telah banyak membantu saya. Terimaksih yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Balikpapan dan rekan-rekan pers yang telah mempublikasikan keikutsertaan saya pada program ini. Atas bantuan mereka, pada tanggal 07/06/06 jam 11.15 dini hari waktu setempat atau tangal 08/06/06 jam 01.15 siang WIB kami akhirnya tiba di Amherst, sebuah kota kecil dimana sebuah kampus terbesar dari lima kampus yang dimiliki oleh The University of Massachusetts berada, tentu setelah melalui perjalanan yang cukup panjang dan sangat melelahkan (26 jam, dengan jarak 23.000 kilometer) dari Balikpapan – Jakarta – Bangkok – Tokyo - Los Angeles –Mineapolis – Hardford - Amherst.

Sekedar menyegarkan ingatan kita, The 2006 Educators Exchange Program ini telah berlangsung sejak tanggal 7 Juni yang lalu dan akan berakhir pada tanggal 19 Juli 2006. Program yang dilaksanakan di Amerika, negeri yang dianggap paling kampiun dalam hal demokrasi ini sepenuhnya didukung oleh Universitas Massachusetts, Amherst, USA dan Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta. Salah satu keunggulan dari program ini yang menurut saya sangat berbeda dengan program-program sejenis lainnya adalah adanya perpaduan materinya antara hal-hal yang bersifat akademik dan non akademik. Disamping itu, fokus kajiannya juga tidak terlampau spesifik dan teknis tetapi lebih kepada hal-hal yang bersifat umum namun sangat strategis dan sedang menjadi isu yang sering dibicarakan banyak kalangan di lingkup pendidikan saat ini. Tidak cukup sampai di situ, hampir semua kegiatan yang diikuti calon peserta mulai dari pengiriman lamaran, interview, penetapan hasil, undangan partisipasi dari kedutaan, persiapan visa, perkenalan dengan staf Keduataan AS di Indonesia dan organizer di US, pesiapan teknis sebelum keberangkatan sampai pada pemberitahuan ‘flight itenerary’ dari Indonesia – Amerika (pp) banyak dilakukan melalui media elektronik terutama internet. Jadi kalau calon pesertanya nggak melek IT walaupun bahasa Inggrisnya cukup bagus, saya cukup pesimis kalau mereka bisa melalui seleksi dan mengikuti program ini dengan baik.

Untuk itu beberapa dari kami yang dinyatakan lulus seleksi program tersebut telah menyiapkan sebaik mungkin perangkat IT yang bisa kami gunakan dalam mengikuti program tersebut. Salah satunya adalah Laptop. Tapi sayang, setelah mendapatkan pengarahan dari staff kedutaan dan informasi dari Homeland Sercurity Department-HSD pemerintah Amerika Serikat, kami harus melupakan keinginan kami untuk bere-mail ria sepanjang perjalanan kami dari Balikpapan ke USA. Kami harus membatalkan keinginan kami untuk membawa laptop tersebut jika kami nggak ingin barang yang cukup mahal tersebut disita oleh pihak imigrasi US dan bisa jadi kemungkinan terburuk kami dijebloskan ke penjara. Masalahnya apa ? Tak satu pun dari software pada laptop-laptop tersebut memiliki copyright.

Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada rekan-rekan yang telah membantu menginstall software-software yang cukup canggih tersebut, saya hanya ingin sekedar mengingatkan kita semua bahwa tak ada satupun alasan yang bisa dibenarkan untuk mengabaikan hak paten tersebut. Sangat tidak masuk akal kalau hanya karena kita sebagai pemakai, bukan administrator lalu kita tidak mau tau dengan copyright tersebut. Sebagai pemakai yang bertanggungjawab, ia dituntut untuk mengetahui apakah produk yang ia pakai tersebut legal atau tidak. Jika tidak, apapun alasannya, ia harus siap dengan tuntutan hukum atas hal tersebut. Itulah yang sangat kami takuti sehingga kami membatalkan niat kami membawa barang tersebut ke US.

Untuk SMK, semestinya masalah hak paten penggunaan software yang dikeluarkan oleh Microsoft tidak perlu menjadi masalah. Ketika kami pada tahun 2004 mengikuti sebuah program IT di Singapura atas sponsor Microsoft Indonesia, kami mendengar bahkan sempat mendiskusikan masalah copyright ini dengan pihak Microsoft Indonesia. Tapi nampaknya program ini nggak jalan seperti apa adanya. Saya nggak tau kenapa ? Mudah-mudahan ada kawan-kawan yang berkenan sharing soal ini.

Salam hangat dari Universitas Massachusetts, Amherst, USA !