Friday, August 13, 2010

MENGAPA GURU SWASTA MAU MENJADI GURU PNS ?

'PEMERINTAH OGAH ANGKAT GURU SWASTA MENJADI PNS'. Begitulah bunyi judul sebuah posting di salah satu milis yang saya ikuti yang di forward dari http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=69540\

Saya tidak begitu tertarik menanyakan mengapa pemerintah ogah mengangkat guru swasta menjadi guru PNS, sebaliknya, saya begitu penasaran ingin mengetahui alasannya mengapa kawan-kawan guru swasta tersebut ingin menjadi guru PNS. Sejauh yang saya amati dan pelajari dari berbagai diskusi dengan mereka [minimal di lingkungan terdekat saya], mereka ingin bahkan telah memutuskan untuk 'berubah haluan' karena sebuah alasan klasik yang tidak lepas dari urusan 'piring' 'mulut' dan 'perut'. Mereka selalu saja mengatakan "saya tidak memiliki jaminan kesejahteraan apapun untuk bertahan di sekolah ini" ketika ditanya mengapa anda ingin atau memutuskan 'mengubah haluan' menjadi guru PNS. Bahkan salah seorang teman saya yang istrinya pernah menjadi salah satu tim kerja saya di sebuah sekolah swasta di kota Balikpapan rela meninggalkan posisinya sebagai guru swasta di salah satu SMK 'favorit' di Balikpapan untuk kemudian beralih menjadi guru PNS SD di sebuah desa terpencil di Kaltim. Tidak hanya yang bersangkutan, ternyata hampir separo dari guru-guru yang mengajar di SMK 'favorit' tersebut disekitar tahun 2002-2003-an telah 'berimigrasi' menjadi guru PNS di beberapa daerah pemekaran yang cukup terpencil dengan akses tranportasi terbatas di Kaltim. Untuk sekedar mendapat jaminan kesejahteraan yang mereka impikan tersebut, sebagian dari mereka mengaku rela meninggalkan anak istrinya di Balikpapan dan memilih untuk berdomisili di dua tempat secara bergantian. Testimoni ini mencuat ke permukaan ketika pada suatu ketika kami melaksanakan kegiatan Reuni Guru dan Siswa beberapa waktu yang lalu.
Apa yang telah dilakukan kawan-kawan guru swasta ini mungkin saja di alami oleh guru-guru swasta lainnya di daerah lain. Mereka memutuskan untuk 'hijrah' atau setidaknya berkeinginan untuk 'hijrah' dari status pekerjaan lamanya sebagai guru swasta menjadu guru PNS karena sekolah swasta dimana mereka bekerja tidak mampu, bahkan lebih kejam lagi, TIDAK MAU menjamin kesejahteraan hidup guru-gurunya. Saya menulis kata 'TIDAK MAU' dengan huruf besar supaya para pengelola sekolah swasta yang sejatinya mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi guru-gurunya dapat melihat kenyataan serta tergerak hatinya untuk berbenah dan beritrospeksi bahwa apa yang diperoleh dari sekolah yang dikelolanya merupakan buah dari apa yang telah dilakukan oleh guru-gurunya. Para pengelola sekolah swasta yang diberi kewenangan untuk menghimpun berbagai sumberdaya dari berbagai asal; pemerintah, masyarakat dan siapa saja yang dengan sendirinya memberikan mereka ruang gerak yang lebih luas dan leluasa untuk mengelola sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan gurunya harus mau mengubah cara pandangnya dengan menempatkan guru-gurunya sebagai pilar utama penopang kegiatan pengelolaan sekolah yang dilaksanakannya, bukan sebagai wahana apalagi 'obyek perahan' dari sebuah keserakahan. Dengan demikian mereka layak mendapatkan jaminan kesejahteraan yang memadai atas peran yang dimainkannya tersebut.

Jadi kalau pemerintah enggan mengangkat kawan-kawan guru swasta menjadi guru PNS, seharusnya hal ini bisa menjadi bahan introspeksi para pengelola sekolah swasta dengan cara bertanya pada diri mereka mengapa kawan-kawan guru swasta tersebut berkehendak meninggalkan mereka. Sudahkah mereka memberi jaminan kesejahteraan kepadanya dan keluarga yang menjadi tanggungannya ? Semoga !


Salam Pendidikan,



Syamsul Aematis Zarnuji

No comments: