Saturday, April 22, 2006

SMK MASIH MENJADI PILIHAN KEDUA ATAU KELAS DUA ? : SEBUAH KAJIAN DARI SUDUT PANDANG PERSEPSI DAN APRESIASI MAYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN KEJURUAN

Membaca email yang ditulis rekan Sri Hewinarti dalam dikmenjur@yahoogroups.com, perihal Promosi Kompetensi Siswa yang tentu menjadi salah satu ajang pengenalan keberdaan SMK kepada masyarakat luas, saya menjadi tergelitik untuk sekedar berbagi dengan rekan-rekan yang lainnya menyambung hasil audiensi kami dengan Bapak Walikota Balikpapan, H. Imdaad Hamid, SE beberapa hari yang lalu perihal PERSEPSI dan APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN SMK. Sesungguhnya sederhana, tetapi buat saya sulit juga menjawabnya. Apakah betul SMK itu masih menjadi pilihan kedua bagi masyarakat kita, atau memang ia telah 'ditakdirkan' menjadi lembaga pendidikan kelas dua. Wacana ini mengemuka, paling tidak di benak saya, manakala Pak Wali memberi sambutan mengenai tantangan yang dihadapi sekolah-sekolah kejuruan saat ini. Beliau mensinyalir bahwa saat ini masyarakat kita pada umumnya masih memposisikan sekolah-sekolah kejuruan (SMK) pada pilihan kedua, bahkan ketiga sebagai tempat putra-putri mereka menuntut ilmu. Beliau membeberkan contoh-contoh yang sangat gamblang dan kasat mata tentang 'tabiat' para pejabat, hartawan dan dermawan yang bergelimangan harta yang notabene bisa menjadi sumber 'pendapatan’ untuk mensejahterakan sekolah, begitu enggan menyekolahkan anak-anak mereka ke SMK. “Cukup banyak diantara pejabat-pejabat di lingkungan pemerintah kota ini yang diminta ‘berkampanye’, melaksanakan reuni dan program-program sosial lainnya di SMA-SMA favorit di kota ini oleh pihak pengelola sekolah tersebut dengan tujuan agar dapat memberikan bantuan bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah dimaksud. Mereka dengan bangga melakukan ini karena memang mereka alumni dari sekolah-sekolah itu, seperti SMA 1 misalnya. Saya sendiri alumni sekolah tersebut”, jelasnya. Beliau lalu membandingkan keberadaan sekolah yang menjadi kebanggan kota Balikpapan itu dengan SMKN 1 Balikpapan. " Dari sisi manajemen saya tidak meragukan lagi, SMKN 1 pasti jauh lebih maju dari SMAN 1 karena ia telah mendapat pengakuan internasional dengan ISO-nya. Dari sisi produktifitas lulusan, anak-anak kita tamatan sekolah kejuruan pasti jauh lebih produktif daripada anak-anak kita tamatan SMA. Saya kira, saya dan sauadara-saudara semuanya tidak mungkin bisa memakai ini, sambil mengangkat handphonenya, tanpa kerja dari anak-anak kita lulusan SMK " urainya. "Tapi ironisnya, tidak banyak masyarakat kita yang tertarik menyekolahkan anak-anak mereka di SMK. Kalaupun ada, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak petani, nelayan dan kalangan ekonomi menengah ke bawah. Saya prihatin sekaligus melihat ini sebagai sebuah tantangan bagi kita bersama, bagaimana mengubah paradigma masayarakat kita agar SMK, Politeknik, Community College dan sejenisnya bisa menjadi primadona tempat menuntut ilmu bagi anak-anak kita di kemudian hari", imbuhnya.

Dari sudut pandang Pak Wali, saya berani memastikan bahwa SMK itu masih menjadi PILIHAN KEDUA bagi kebanyakan masyarakat kita, bukan KELAS DUA. Kalau memang demikian, apa yang perlu kita lakukan supaya bisa menjadi PILIHAN PERTAMA ?

Menurut hemat kami, ada beberapa hal yang patut menjadi bahan pemikiran untuk diimplementasikan oleh setiap sistem dan/atau subsistem yang terlibat dalam pendidikan kejuruan pada umumnya agar ia bisa menjadi primadona bagi sebagian besar kalangan di dalam masyarakat kita.

Pertama, kita tentu harus tahu penyebab kenapa SMK menjadi pilihan kedua. Saya berasumsi bahwa salah satu faktor yang menyebabkan hal itu terjadi karena ketidakmampuan alumni-alumni kita dalam masyarakat untuk menempati posisi-posisi strategis yang akhirnya membentuk image bahwa sekolah di SMK itu tidak menjanjikan. Berapa banyak sih alumni SMK atau yang berlatar belakang pendidikan SMK yang bisa menjadi Manajer, General manajer bahkan Direktur di sebuah perusahaan atau bisa menjadi camat, walikota,bupati, gubernur atau presiden di lingkup pemerintahan ? Coba tanya pak Sutiyoso, apakah ia alumni SMK, pasti jawabannya tidak. Atau lebih ekstrim lagi pak SBY, pasti jawabnya SMAN 1 Pacitan, nggak SMKN 1 pacitan khan ?


Saya tahu rekan-rekan semua pasti memprotes saya. Wajar saja alumni SMK nggak bisa menduduki jabatan strategis karena mereka dari ‘sononya’ tidak ‘diformat’ untuk menjadi pejabat, manajer, direktur dan lain-lainnya. Mereka memang sudah di ‘bai’at’ untuk menjadi mekanik, tukang batu, tukang kayu, pelayan dan berbagai profesi tingkat dasar sebagai pekerja. Lalu, saya juga bisa balik bertanya, apa nggak boleh kita memformat anak-anak kita sejak masih di bangku SMK agar selepas SMK mereka sekolah tinggi-tinggi atau terjun ke dunia bisnis atau politik lalu jadi direktur, pejabat, atau wirausahawan yang sukses. Paling-paling kita dibatasi oleh grand strategi proyeksi lulusan SMK yang telah memposisikan ‘kaplingan’ langsung bekerja jauh lebih besar daripada melanjutkan studi atau berwiraswasta. Terus, apakah ini juga tidak boleh kita ubah ? Katakanlah tidak boleh. Lalu dari porsi yang sangat kecil tadi, sudahkah kita mengoptimalisasikan berbagai program yang bisa ‘mendongkrak’ kemampuan dan semangat mereka untuk melanjutkan studi selepas SMK misalnya melaui penelusuran minat dan bakat, kemampuan intelektua/IQ, bimbingan-bimbingan intensif masuk ke Perguruan Tinggi, dll . Tidak khan. Kalupun iya, mungkin hanya segelintir sekolah saja yang telah melakukannya. Singkatnya, saya belum melihat ada usaha dari pengelola SMK, bahkan sekolah sekaliber SMKN 1 Balikpapan pun, untuk membenahi hal tersebut. Padahal kenyataannya di lapangan, sebagai seorang guru yang telah bertugas 8 tahun di sekolah tersebut, saya melihat cukup banyak siswa yang memiliki potensi yang bisa dibina ke arah dimaksud.

Singkat kata, alumni, buat saya, tak ada bedanya dengan produk-produk lain yang bersebaran di antara berjuta-juta konsumen di sekitar kita, mulai dari konsumen kelas ‘bawah’ sampai pada konsumen kelas ‘atas’. Kalau produk-produk tersebut hanya laku untuk konsumen kelas bawah, itupun nggak ada jaminan semua kelas ‘bawah’ tersebut menggandrungi produk dimaksud, maka apresiasi atau image yang muncul juga terbatas dari kalangan bawah, demikian pula sebaliknya. Pertanyaannya, bagaimana produk-produk SMK dengan segala kekurangan dan kelebihannya ‘dipoles’ sehingga bisa memiliki nilai ‘jual’ yang tinggi yang pada akhirnya mampu membentuk image yang cemerlang di dalam masyarakat kita.

Penyebab yang kedua adalah kekurangmampuan dan/atau ketidakmauan kita menkomunikasikan keberadaan SMK tersebut kepada masayarakat. Sudah image-nya kurang bagus, ditambah lagi dengan keengganan kita, terutama SMK milik pemerintah, untuk mengekspos berbagai kelebihan yang dimilikinya, maka kita tidak bisa berharap banyak masyarakat akan mengubah mindsetnya tentang SMK. Suka atau tidak, sadar atau tidak, saat ini kita sudah masuk pada sebuah era dimana image, trend, pride dan sejenisnya menjadi 'starting point' yang amat sangat menentukan karakter masyarakat apakah akan memilih produk kita. Saat pertama kali mau mencicipi ‘Starbag Coffee’ misalnya, kesan pertama yang saya tangkap dari teman-teman saya adalah karena kren, tempatnya oke di Orchard Road, saat itu kebetulan saya lagi di Singapura. Kalau saya, terus terang karena penasaran aja, pengen tau starbug coffe itu kayak apa. Soalnya saban waktu saya mengikuti presentasi bisnis, para pakar marketing khususnya sering menjadikan produk tsb sebagai ‘icon’ dalam dunia pemasaran. Padahal kalau dari segi taste – nya, nggak jauh-jauh beda dengan kopi lokalan kita. So … kenapa orang-orang yang berduit kalau ke luar negeri minded banget sama produk tersebut ? Pasti bukan semata-mata karena kualitas dan rasanya bukan ?, tetapi lebih karena image yang ada dalam benak pelanggannya serta rasa penasaran mereka yang tinngi akan produk tersebut. Pertanyaannya kemudian, kenapa muncul image dan rasa keingin tahuan yang maha dahsyat akan produk itu ? Jawabnya sekalilagi pasti karena pengelola produk tersebut begitu ‘lihai’ mengkomunikasikan keunggulan-keunggulan yang dimilkinya. Pepatah yang mengatakan “Kalau memang mutiara, di dasar lautpun akan dicarinya”, untuk saat ini menurut saya sudah tidak berlaku lagi karena begitu banyak ‘mutiara- mutiara’ yang bisa kita peroleh tanpa harus menyelam ke dasar laut, tetapi cukup dengan duduk santai di depan televisi atau komputer, pesan, bayar lalu ‘mutiara-mutiara’ itu akan diantarkan ke tempat dimana kita berada.

Dari kedua hal tersebut di atas, saya melihat dua sisi yang berbeda tetapi berimplikasi pada satu muara yang sama yakni IMAGE dan RASA INGIN TAHU. Bukan berarti saya mengabaikan kualitas. Tapi paling tidak ini sebagai ‘starting point’ untuk menarik pihak-pihak yang selama ini tidak atau kurang tertarik dengan SMK. Bagi saya, bisnis apapun yang kita jalankan, CONTEXT & CONTENT adalah dua mata uang yang nggak boleh dipisahkan. CONTEXT yang menarik akan membentuk image yang bagus serta rasa ingin tahu yang maha dahsyat, sedangkan CONTENT yang cemerlang tentu akan menghasilakan kuwalitas yang bisa diandalkan. Jadi pertanyaannya, bagaimana kita membangun Image yang bagus dan rasa ingin tahu yang maha dahsyat dari masyarakat kita dalam kaitannya dengan keberadaan SMK saat ini ?

Yang bisa saya sarankan adalah lakukan kedua hal di atas. Kalau kita sama-sama bersepakat bahwa faktor yang menyebabkan image tentang keberadaan SMK di masayarakat belum memenuhi harapan kita adalah karena ketidakmampuan alumninya menduduki posisi-posisi strategis di berbagai lapangan pekerjaan serta ketidakmampuan kita mengkomunikasikan nilai-nilai ‘lebih’ yang dimiliki SMK kepada masayarakat luas, maka kita harus mengubah mindset serta grand startegi kita dalam mengelola lembaga tersebut.

Berikut ini adalah sekelumit dari hasil perenungan dan pengamatan saya yang mungkin layak dipertimbangkan oleh pengelola SMK untuk dilaksanakan dalam rangka menghasilkan tamatan yang memiliki daya saing yang bisa diandalkan :

1. Pertama-tama, tentukan ‘Graduates’ Absorbability Priority-GAP’ menjelang penerinmaan siswa baru di awal tahun ajaran. GAP ini menjelaskan dengan rinci perihal ‘mau diarahkan kemana/ke jenis lapangan pekerjaan apa’ siswa-siswa kita selepas SMK nanti serta persentase pemenuhan masing-masing arah/lapangan pekerjaan yang dituju tersebut. Penjelasan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat skala prioritas keterserapan tamatan. Walaupun hal ini sbenarnya telah ada dan menjadi grand strategi Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, menurut hemat saya, sejalan dengan otonomi pendidikan, hal ini bisa saja kita lakukan karena masing-masing daerah memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda satu dengan yang lainnya serta dinamisasi permitaan ‘pasar’ terhadap lulusan kita relatif cukup tinggi. Dengan menentukan prioritas keterserapan tamatan lebih dini, pihak pengelola sekolah dapat dengan mudah mendisain sistem-sistem yang dibutuhkan untuk menjalankan program pendidikan dan pelatihannya sejak fase rekrutmen siswa baru hingga mereka tamat dari SMK tersebut.

2. Lakukan perubahan yang signifikan pada sistem rekrutmen siswa baru kita, mulai dari tahap promosi, pendaftaran hingga pada tahap seleksi. Tujuannya adalah agar kita bisa memperoleh input yang memiliki kualitas kemampuan baik dari segi intelektual maupun finansial yang bisa diandalkan. Perlu diingat bahwa sistem rekrutmen tersebut tentu harus tetap mengacu kepada GAP yang telah didisain sebelumnya.
A. PROMOSI.
Perlu kita maklumi bersama bahwa promosi ini adalah salah satu bagian dari proses komunikasi yang kita lakukan terhadap masyarakat luas sebagai stake holder kita agar mereka tahu benar apa yang menjadi kelebihan-kelebihan atau keunggulan dari program-program yang kita laksanakan di SMK. Untuk hal yang satu ini, sangat sedikit SMK yang telah melakukannya. Kalaupun ada, cara-cara yang ditempuh pun sungguh sangat konvensional dan kental sekali dengan nuansa rutinitas. Bagi SMK-SMK yang menyebut dirinya favorit, alasannya cukup klasik, “tanpa promosi saja, jumlah pendafatarnya membludak. Lagian promosi itu kan mahal biayanya”. Klaim jumlah pendaftar yang membludak bagi SMK-SMK tersebut bisa jadi benar adanya. Tetapi mereka tidak menyadari bahwa dari sekian banyak pendaftar tersebut, hanya sedikit sekali yang memenuhi kriteria yang saya sebutkan di atas yaitu memiliki kemampuan yang bisa diandalkan baik dari segi intelektual maupun finansial. Jangankan memenuhi keduannya, memilki salah satunya saja, misalnya intelektual di atas rata-rata, cukup sulit kita dapatkan.
Soal promosi yang disinyalir biayanya mahal, bisa jadi benar bisa juga tidak, tergantung bagaimana kita mensiasatinya. Salah satu jenis promosi yang menurut saya murah biayanya, relatif mudah kita lakukan serta belum banyak yang menggarapnya adalah melakukan presentasi ke berbagai sekolah menengah pertama/SLTP-SLTP favorit dimana SMK tersebut dioperasikan. Kenapa SLTP favorit ? Karena biasanya di situlah gudangnya anak-anak yang memiliki kedua kualifikasi yang saya sebutkan di atas. Lalu isi presentasi kita itu apa ? Jangan lupa yang namanya promosi pastilah kita menyuguhkan kelebihan kita dan pastikan bahwa kelebihan itu tidak dimiliki oleh competitor kita. Misalnya, pola pendidikan di SMK yang sejak dini menyiapkan siswanya untuk 2 tujuan sekaligus; terjun di dunia kerja dan melanjutkan studi, sementara di SMA tidak secara sistematis menyiapkan mereka untuk terjun ke bidang tersebut. Masih banyak lagi keungulan-keunggulan kita yang bisa kita angkat ke permukaan misalnya, pengimplementasian ICT, TOEIC Test, dll.
Cara yang lain yang bisa kita tempuh untuk memperkenalkan keunggulan-keunggulan SMK kepada publik adalah dengan melakukan ‘Open House’ bagi masayarakat umum di sekitar kita. Sejauh ini saya amati di kota Balikpapan khususnya, belum ada satupun SMK yang berani ‘menampilkan’ dirinya ke publik dengan menyuguhkan berbagai kelebihan yang ia miliki.

B. PENDAFTARAN SISWA BARU
Disamping dilakukan seperti biasanya, artinya siapa yang datang itulah yang didaftarkan, SMK juga bisa ‘menjemput bola’ melalui rekrutmen siswa baru secara khusus. Katakanlah seperti di perguruan tinggi ada program yang namanya Pemilihan Bibit Unggul Daerah-PBUD. Kenapa kita tidak menerapkan pola ini ? Bagi anak-anak yang memiliki kemampuan di atas rata-rata tetapi kemampuan finansialnya tidak begitu mendukung, bisa saja belajar secara gratis di SMK melalui program subsidi silang.

C. PROSES SELEKSI
Pada fase ini diharapkan pengelola SMK tidak hanya menyeleksi kemampuan intelektual dan finasial calon siswa tetapi juga minat (keinginan dia setelah tamat SMK; mau bekerja atau melanjutkan studi ke Perguruan tinggi) serta bakat yang dimilki oleh anak tersebut. Ini merupakan awal dari program pemetaan, pengembangan dan penelusuran karir bagi setiap siswa pada saat masuk/rekrutmen sebagai siswa baru di SMK. Dengan cara ini kita bisa mengetahui dengan pasti apa yang dibutuhkan dan selayaknya kita berikan bagi mereka sejak mulai duduk di bangku SMK hingga mencapai apa yang telah didasain bagi mereka sebelumnya.
Bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk melanjutkan studi selepas SMK, pihak sekolah dapat memberikan penanganan khusus berupa kurikulum tambahan yang bisa mendukung keinginan mereka tersebut, selain pelajaran-pelajaran keahlian sesuai dengan jurusan mereka masing-masing.

Dengan menerapkan ketiga pola di atas, pihak SMK akan mampu mendapatkan tidak hanya calon-calon siswa yang memiliki kemampuan intelektual dan financial yang bisa diandalkan, tetapi juga calon-calon siswa yang telah memperoleh kepastian akan karir mereka setelah menyelesaikan pendidikannya di SMK.

3. Disamping mengkomunikasikan keberdaan SMK melalui promosi di awal tahun ajaran, proses ini harus tetap dilakukan secara terus menerus melalui berbagai even seperti hearing dengan pengambil kebijakan, berpartisipasi dalam berbagai even baik local maupun nasional seperti Promosi Kompetensi Siswa dan acara-acara lainnya. Dengan melakukan komunikasi secara terus-menerus diharapkan pada akhirnya masyarakat akan menyadari bahwa sesungguhnya bayak sekali kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh SMK dan itu tidak dimiliki oleh lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Ini tentu akan memberi pencerahan pada perspektif yang telah mewarnai pandangan masyarakat kita sehingga pada akhirnya mereka akan berkata SMK memang layak menjadi PILIHAN PERTAMA putra-putri saya untuk menuntut ilmu. Semoga !
Balikpapan, April 2005
Penulis,
Syamsul Aematis Zarnuji
Direktur English Training & Testing Center – ETTC Kota Balikpapan
Staf Pengajar Politeknik Balikpapan/SMK Negeri 1 Balikpapan
Telp. +62 542 761941 (office) 877635 (home)
Fax. +62 542 761985
Mob. 0811531471
E-mail : syamsul_etc@yahoo.com